DAKWAH
DAN TRADISI MASYARAKAT
Makalah
Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah Al-Islam dan
Kemuhammadiyahan
Dosen
Pengampu: Agus Miswanto, M.A.
Dibuat
Oleh:
Atin Fadlil Firdausi M :16.0401.0016
Ahmad
Imaduddien Akmal :16.0401.0017
Tia
Fakhira Salma :16.0401.0018
Taufiqurrohman :16.0401.0021
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
TAHUN 2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Muhammadiyah sebagai
gerakan dakwah islam amar maruf nahi munkar tentunya ingin merealisasikan
cita-cita atau tujuannya, yaitu mewujudkan masyarakat islam yang
sebenar-benarnya. Salah satu objek dakwah
Muhammadiyah adalah masyarakat yang masih menjalankan tradisi-tradisi
kemusyrikan yang notabene bisa membatalkan iman mereka. Muhammadiyah tentunya
sudah mempunyai strategi tersendiri untuk mendakwahi masyarakat yang masih akrab
dengan tradisi tersebut.
Makalah ini akan sedikit
membahas tentang apa itu dakwah, apa saja macam-macam tradisi masyarakat yang
menyimpang dan yang tidak menyimpang, serta bagaimana pandangan Muhammadiyah
terhadap tradisi-tradisi yang menyimpang tersebut.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian dakwah?
2.
Apa pengertian tradisi?
3.
Apa saja tradisi masyarakat yang menyimpang dan yang tidak menyimpang?
4.
Bagaimana pandangan Muhammadiyah terhadap tradisi yang menyimpang tersebut?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Dakwah
Secara etimologis,
dakwah (دعوة) berasal dari bahasa
Arab (دع - يدعو) yang berarti panggilan, ajakan, (seruan). Pelaku Dakwah
disebut da’i / da’iyah (mufrad) dan du’at (jama). Huruf “ha” dalam kata Lisan
Al-Arab mengatakan du’at
adalah orang-orang yang mengajak manusia untuk bersumpah-setia (bai’at) pada petunjuk atau kesesatan. Da’i ila-llah adalah orang yang mengajak
manusia dengan perkataan dan
perbuatannya kepada islam, menerapkan manhajnya, memeluk aqidahnya serta melaksanakan
syariatnya.
Sedangkan menurut
istilah para ahli berbeda-beda dalam memberikan pengertian tentang dakwah.
Ahmad Mubarok mendefinisikan dakwah adalah pekerjaan mengkomunikasikan pesan
Islam kepada manusia. Secara lebih operasional, dakwah adalah mengajak atau
mendorong manusia kepada tujuan yang definitif yang rumusnya bisa diambil dari
Al-Quran dan Hadits, atau dirumuskan oleh Da’i,
sesuai ruang lingkup dakwahnya. Dakwah adalah seruan atau ajakan pada
keinsyafan atau usaha mengubah situasi yang lebih baik dan sempurna, baik
terhadap pribadi maupun masyarakat.
Dakwah juga dipahami
setiap kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak, dan memanggil orang untuk
beriman, dan taat kepada Allah SWT. Sesuai dengan garis aqidah, Syariat, dan
akhlak Islamiyah. Sementara itu Amien Rais (1986, 3) mengartikan dakwah dengan
aktualisasi salah satu fungsi kodrati seorang muslim, fungsi kerisalahan, yaitu
berupa proses pengkondisian, agar seseorang atau masyarakat mengetahui,
memahami, mengimani, dan mengamalkan Islam sebagai ajaran dan pandangan hidup.
Dengan ungkapan lain, hakikat dakwah adalah suatu upaya untuk merubah suatu
keadaan menjadi keadaan lain. Pengkondisian dalam kaitan perubahan tersebut
berarti upaya menumbuhkan kesadaran dan kekuatan pada diri objek dakwah. Agar
perubahan dapat menumbuhkan kesadaran dan kekuatan pada diri objek, maka dakwah
juga harus mempunyai makna pemecahan masalah kehidupan, pemenuhan kehidupannya.
Dengan merujuk
pengertian tersebut, maka dakwah dapat dipandang sebagai proses komunikasi dan
proses perubahan sosial. Dakwah sebagai proses komunikasi yaitu kegiatan
menyampaikan pesan dari dai (komunikator) pada objek dakwah atau (komunikan)
melalui media tertentu, agar terjadi perubahan pada diri objek dakwah.
Perubahan dimaksud mencakup perubahan pengetahuan, pemahaman, keyakinan, tata
nilai, pola pikir, sikap, dan tindakan. Dalam terminologi agama, perubahan
tersebut meliputi aqidah, akhlak, ibadah, dan muamalah. Dakwah juga merupakan
suatu proses perubahan sosial, oleh sebab itu gerakan dakwah tidak hanya
sebagai dialog lisan, melainkan juga dialog lain seperti dialog amal, dialog
seni, dialog filsafati, dan dialog budaya. Sehingga tidak hanya menghasilkan
perubahan berfikir, tetapi juga perubahan pengetahuan, pemahaman, keyakinan, perilaku,
karya, tata nilai, tata hubungan, sosial, seni dan budaya. Disinilah perlunya
memahami psikologi dakwah, media dakwah, strategi, dan metode dakwah.
1. Dasar Hukum Dakwah
Dakwah
dan islam tidak dapat dipisahkan yang satu dengan yang lainnya. Dakwah juga
merupakan usaha mengajak dan mempengaruhi manusia agar pindah dari suatu
situasi ke situasi yang lain, yaitu dari situasi yang jauh dari ajaran Allah
menuju situasi yang sesuai dengan petunjuk dan ajaran-Nya. Seperti dalam firman
Allah SWT dalam surah (An-Nahl : 125) yang berbunyi :
ادْعُ إِلَىٰ
سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ
بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ
بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ
بِالْمُهْتَدِينَ
”Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”(QS An-Nahl:125)
Kata
ud’u yang diterjemahkan dengan seruan dan ajakan adalah fiil amr yang menurut
kaidah ushul fiqh setiap fiil amr adalah perintah dan setiap perintah adalah
wajib dan harus dilaksanakan selama tidak ada dalil lain yang memalingkannya
dari kewajiban itu kepada sunnah atau hukum lain. Jadi, melaksanakan dakwah
hukumnya wajib karena tidak ada dalil-dalil lain yang memalingkannya dari
kewajiban itu, dan hal ini disepakati oleh para ulama. Hanya saja terdapat perbedaan
pendapat para ulama tentang status kewajiban itu apakah fardhu ‘ain atau fardhu kifayah.
2. Tujuan Dakwah
Secara
umum tujuan dakwah adalah terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan hidup
manusia di dunia dan diakhirat yang diridhai oleh Allah SWT. Adapun tujuan
dakwah, pada dasarnya dapat dibedakan dalam dua macam tujuan, yaitu :
a) Tujuan Umum Dakwah
Tujuan utama dakwah adalah nilai-nilai atau hasil
akhir yang ingin dicapai atau diperoleh oleh keseluruhan aktivitas dakwah.
Untuk tercapainya tujuan utama inilah maka semua penyusunan rencana dan
tindakan dakwah harus mengarah kesana. Sementara itu menurut anggapan, tujuan
dakwah yang utama itu menunjukkan pengertian bahwa dakwah kepada seluruh umat,
baik yang sudah memeluk agama maupun yang masih dalam keadaan kafir atau
musyrik. Arti umat disini adalah pengertian seluruh alam. Sedangkan yang
berkewajiban dakwah kepada seluruh umat adalah Rasulullah SAW dan utusan-utusan
yang lain. Seperti dalam firman Allah SWT dalam surah Al-Maidah : 67) yang
berbunyi:
يَا أَيُّهَا
الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ ۖ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ
فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ ۚ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ
مِنَ النَّاسِ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي
الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan dari Tuhanmu. Dan jika
tidak kamu kerjakan (apa yang tidak diperintahkan itu, berarti) kamu tidak
menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia.
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk bagi orang yang kafir”. (QS.
Al-Maidah (5) : 67)
b) Tujuan Khusus Dakwah (Minor Objective)
Tujuan khusus dakwah merupakan perumusan tujuan dan
penjabaran dari tujuan umum dakwah. Tujuan ini dimaksudkan agar dalam
pelaksanaan seluruh aktivitas dakwah dapat jelas diketahui kemana arahnya,
ataupun jenis ataupun jenis kegiatan apa yang hendak dikerjakan, kepada siapa
berdakwah, dengan cara apa, bagaimana, dan sebagainya secara terperinci.
Tujuan khusus dakwah sebagai terjemahan dari tujuan
umum dakwah dapat disebutkan antara lain sebagai berikut:
Ø
Mengajak umat manusia
yang telah memeluk agama Islam untuk selalu meningkatkan taqwanya kepada Allah SWT.
Ø
Membina mental agama
(Islam) bagi kaum yang masih muallaf.
Ø
Mengajak manusia agar
beriman kepada Allah (memeluk agama Islam)
Ø
Mendidik dan mengajar
masyarakat agar tidak menyimpang dari fitrahnya.
B.
Pengertian Tradisi
Tradisi atau disebut juga dengan kebiasaan merupakan sesuatu yang
sudah dilaksanakan sejak lama dan terus menjadi bagian dari kehiduap suatu
kelompok masyarakat, seringkali dilakukan oleh suatu negara, kebudayaan, waktu,
atau agama yang sama.
Pengertian lain dari tradisi adalah segala sesuatu yang diwariskan
atau disalurkan dari masa lalu ke masa saat ini atau sekarang. Tradisi dalam
arti yang sempit yaitu suatu warisan-warisan sosial khusus yang memenuhi syarat
saja yakni yang tetap bertahan hidup di masa kini, yang masih tetap kuat
ikatannya dengan kehidupan masa kini.
Tradisi
dari sudut aspek benda materialnya adalah benda material yang menunjukkan dan
mengingatkan hubungan khususnya dengan kehidupan masa lalu. Misalnya adalah
candi, puing kuno, kereta kencana, beberapa benda-benda peninggalan lainnya,
jelas termasuk ke dalam pengertian tradisi.
1. Tujuan Tradisi
Tradisi yang ada pada
masyarakat memiliki tujuan supaya hidup manusia kaya akan budaya dan
nilai-nilai bersejarah. Selain itu, tradisi juga akan membuat kehidupan menjadi
harmonis. Tetapi hal ini akan terwujud jika manusia menghargai, menghormati dan
menjalankan suatu tradisi dengan baik dan benar dan juga sesuai dengan aturan.
2. Fungsi Tradisi
a. Penyedia Fragmen Warisan
Historis
Fungsi dari tradisi adalah sebagai penyedia fragmen warisan
historis yang kita pandang bermanfaat. Tradisi yang seperti suatu gagasan dan
material yang bisa dipergunakan orang dalam tindakan saat ini dan untuk
membangun masa depan dengan dasar pengalaman masa lalu. Misalnya adlah peran
yang harus diteladani seperti tradisi kepahlawanan, kepemimpinan karismatis dan
lain sebagainya.
b. Memberikan Legitimasi
Pandangan Hidup
Fungsi tradisi adalah untuk sebagai pemberi legitimasi pada
pandangan hidup, keyakinan, pranata dan aturan yang telah ada. Semuanya ini
membutuhkan pembenaran agar bisa mengikat anggotanya. Seperti wewenang seorang
raja yang disahkan oleh tradisi deri seluruh dinasti terdahulu.
c. Menyediakan Simbol
Identitas Kolektif
Fungsi tradisi adalah menyediakan simbol identitas kolektif yang
meyakinkan, memperkuat loyalitas primodial kepada bangsa, komunitas dan
kelompok. Seperti tradisi nasional dengan lagu, bendera, emblem, mitologi dan
ritual umum.
d. Sebagai Tempat Pelarian
Fungsi
tradisi adalah untuk membantu sebagai tempat pelarian dari keluhan, ketidakpuasan
dan kekecewaan kehidupan modern. Tradisi yang mengesankan masa lalu yang lebih
bahagian menyediakan sumber pengganti kebangaan jika masyarakat berada dalam
kritis.
Tradisi
kedaulatan dan kemerdekaan di masa lalu bisa membantuk suatu bangsa untuk bertaan
hidup ketika berada dalam penjajahan. Tradisi kehilangan kemerdekaan, cepat
atau lambat akan merusak sistem tirani atau kediktatoran yang tidak berkurang
di masa kini.
C.
Tradisi Masyarakat yang Menyimpang dan Tidak
Menyimpang
Muhammadiyah sebagai
gerakan yang berasaskan dakwah islam amar
ma’ruf nahi mungkar tentunya
sangat menentang tradisi-tradisi yang tidak sesuai dengan ajaran islam
tersebut. Hal ini tentu menjadikan Muhammadiyah sebagai organisasi islam yang
tidak disukai oleh sebagian besar masyarakat. Bagaimana tidak, hal-hal
(tradisi) yang masih dilakukan masyarakat awam dengan dalih melestarikan
peninggalan nenek moyang tersebut justru
mendapat kecaman dari Muhammadiyah
dengan alasan tidak sesuai dengan ajaran islam. Ada banyak kebudayaan-kebudayaan
dan tradisi masyarakat Jawa yang dinilai menyimpang dari ajaran Islam dan Al-Quran
diantaranya ialah:
a. Ziarah kubur dengan
maksud meminta sesuatu kepada yang diziarahi, tradisi ini masih banyak
dilakukan di masyarakat kita. Mereka biasanya menziarahi makam leluhur mereka
lalu meminta keselamatan atau kelancaran. Banyak juga yang datang ke makam-makam
orang yang dinilai sakti seperti wali, syeh, atau orang pintar untuk meminta
rizki, meminta keturunan, meminta diberi barokah atau keselamatan.
b. Memberi sesajen kepada
leluhur dan batu besar atau pohon besar, kebiasaan ini masih dilakukan pada
masyarakat di daerah yang masih sedikit tertinggal, biasanya mereka memberi
sesajen kepada leluhur, pohon besar, batu besar atau yang lainnya, tujuannya
adalah agar mereka diberi keselamatan, agar tidak diganggu oleh si penunggu
atau dengan tujuan lainnya.
c. Mensucikan benda-benda
pusaka seperti keris, dan sebagainya dengan memandikanya dengan tujuh sumber
mata air dan di beri sesajen pada tanggsl satu suro, tujuanya agar makhluk yang
mendiami benda pusaka tersebut tidak marah dan dapat memberikan bantuan yang di
inginkan.
Selain beberapa tradisi di atas, masih banyak lagi kegiatan dan
tradisi masyarakat yang dinilai terlalu jauh dari konsep Islam dan Al — Quran
yang menekankan keimanan pada satu tuhan, yaitu Allah SWT, seperti : memberi
sesaji pada saat mendirikan tarub atau tenda pengantin, memberi sesaji untuk
upacara memandikan calon pengantin, memberi sesaji untuk merias pengantin,
memberi sesaji pada saat pengantin bersanding, memberi sesaji sewaktu upacara
memandikan wanita hamil (mandi-mandi), memberi sesaji waktu syukuran kelahiran
(pada saat pemberian nama), sesaji untuk memulai pembangunan rumah, sesaji
untuk menempati rumah baru, sesaji untuk memulai mengerjakan sawah/ladang, sesaji
untuk memulai panen, dan memberi sesajen untuk mengusir syaitan serta jin.
Sedangkan untuk beberapa contoh tradisi dari Jawa yang dinilai
tidak bertentangan atau tidak menyimpang dengan dengan Islam terutama dengan
ideologi Muhammadiyah antara lain:
a.
Megengan
atau Dandangan
Acara
megengan diselenggarakan di Semarang, bertujuan untuk menyambut bulan suci
Ramadhan yang ditandai dengan pemukulan bedug oleh bupati dan para rakyatnya
sebagai tanda jatuhnya tanggal 1 Ramadhan yaitu dimulainya bulan puasa serta
melaksanakan kegiatan bersih-bersih. Acara megengan juga dilaksanakan di Kudus
dengan nama dandangan.
b. Lebaran Ketupat
Lebaran ketupat disebut juga dengan Bakda Kupat
dilaksanakan seminggu setelah pelaksanaan hari raya Idul Fitri. Ketupat adalah
jenis makanan yang dibuat dari beras dengan janur (daun kelapa yang masih muda)
dan dibentuk seperti belah ketupat. Ketupat sendiri mengandung arti menawi
lepat nyuwun pangapunten, artinya : jika ada salah minta maaf. Lebaran ini juga
dilaksanakan masyarakat muslim di Lombok, Nusa Tenggara Barat.
D. Pandangan Muhamadiyah Terhadap Tradisi yang Menyimpang
Berikut ini adalah
dalil-dalil yang menunjukkan adanya penyimpangan tradisi-tradisi tersebut:
Allah
Subhanahu wa Taala berfirman:
وَأَنَّهُ
كَانَ رِجَالٌ مِنَ الْإِنْسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ
رَهَقًا
“Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki
di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin,
Maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan” (QS Al-jin:6)
Dan firman Allah yang lain:
وَجَعَلُوا
لِلَّهِ مِمَّا ذَرَأَ مِنَ الْحَرْثِ وَالْأَنْعَامِ نَصِيبًا فَقَالُوا هَذَا
لِلَّهِ بِزَعْمِهِمْ وَهَذَا لِشُرَكَائِنَا فَمَا كَانَ
لِشُرَكَائِهِمْ فَلَا يَصِلُ إِلَى اللَّهِ
وَمَا كَانَ لِلَّهِ فَهُوَ يَصِلُ إِلَى شُرَكَائِهِمْ سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ
“Dan mereka memperuntukkan bagi Allah satu bagian dari tanaman dan
ternak yang telah diciptakan Allah, lalu mereka berkata sesuai dengan
persangkaan mereka: "Ini untuk Allah dan ini untuk berhala-berhala
kami". Maka saji-sajian yang diperuntukkan bagi berhala-berhala mereka
tidak sampai kepada Allah; dan saji-sajian yang diperuntukkan bagi Allah, Maka
sajian itu sampai kepada berhala-berhala mereka. Amat buruklah ketetapan mereka
itu” (QS Al-An’am:136).
Dari
kedua dalil di atas, bisa kita simpulkan bahwasanya banyak tradisi yang
menjerumuskan kepada tindak kesyirikan. Hal-hal seperti ziarah kubur dengan
maksud meminta sesuatu kepada yang diziarahi, memberi sesajen kepada pohon,
mencuci keris dengan tujuh sumber mata air, dan sebagainya tersebut bisa
menjadikan pelakunya masuk ke dalam kategori orang-orang yang menduakan Allah
dan tentunya mendapat dosa yang paling besar. Padahal sudah jelas di dalam
kitab suci mereka terdapat firman-firman Allah yang menjelaskan tentang
dilarangnya hal tersebut seperti yang telah disebutkan di atas.
Selama
ini, Muhammadiyah menurut masyarakat adalah sebagai lembaga keagamaan yang
gigih memberantas TBC (takhayul, bid’ah, churofat). Takhayul adalah kepercayaan terhadap
sesuatu yang dianggap ada, padahal sebenarnya
tidak ada. Bid’ah adalah
perbuatan yang dikerjakan tidak menurut contoh-contoh yang telah ditetapkan,
termasuk menambah dan mengurangi ketetapan, tanpa berpedoman pada Al Quran dan
Sunah Rasul. Churafat adalah ajaran
yang tidak masuk akal.
Dengan pemberantasan
TBC, Muhammadiyah menegaskan tuntunan Islam secara pasti seperti diajarkan oleh
Nabi Muhammad SAW. Berawal dari penegasan
ini, maka seluruh amal perbuatan
itu dilarang, kecuali yang sesuai
diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Sabda Nabi menyebutkan, “semua rekaan-rekaan
(bid’ah) dalam suatu ibadah adalah
sesat, dan semua yang sesat akan masuk ke neraka”. Artinya, amal perbuatan
orang Islam hendaknya sesuai dengan anjuran Nabi. Jangan membuat aturan baru
atau menambah hal-hal yang baru, termasuk di antaranya memasukkan TBC dalam
peribadahan agama Islam.
KH Achmad Dahlan, sang pendiri Muhammadiyah dalam berbagai
pengajian dan syiar dakwahnya selalu menekankan agar menegakkan agama Islam
yang benar, jangan sampai dirusak oleh TBC meskipun hanya sedikit. Begitulah
keyakinan beliau untuk menanamkan jiwa dan
amalan agama Islam yang bersih dan lurus seperti yang ditentukan oleh Al Quran
dan Sunnah Rasul. Dengan demikian munculnya Muhammadiyah dimaknai sebagai
gerakan dakwah yang hendak berusaha menekankan pengajaran serta pendalaman
nilai-nilai Islam sebenarnya.
Komentar
Posting Komentar